Nilai-nilai hidup dan kehidupan merupakan hasil kebudayaan; atau salah satu unsur kebudayaan adalah nilai-nilai hidup dan kehidupan? Kedua-duanya tidak dapat dipisahkan karena mempunyai kaitan erat. Jika kebudayaan dimengerti sebagai hasil cipta manusia untuk memperbaiki, mempermudah, dan meningkatkan kualitas diri; maka nilai-nilai hidup dan kehidupan merupakan hasil kebudayaan. Akan tetapi, jika kebudayaan dimengerti sebagai keseluruhan kemampuan [pikiran, kata, dan tindakan atau perbuatan] manusia; maka nilai-nilai hidup dan kehidupan merupakan unsur-unsur kebudayaan yang digunakan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan sesuai sikonnya.Pada interaksi antar manusia, biasanya mencerminkan etika, etiket, dan kata-kata maupun tindakan etis yang ada atau melekat pada diri mereka. Di samping itu, juga memperlihatkan nilai dan norma yang dianut atau diberlakukan dalam hidup dan kehidupannya. Menurut maknanya, etika, etiket, hal-hal etis, nilai, dan norma dapat berlaku atau mempunyai kesamaan secara universal.Akan tetapi, jika diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk kata dan tindakan serta perilaku dalam interaksi antar manusia; maka berbeda sesuai sikon serta lingkungan interaksi itu terjadi. Orang-orang di benua Amerika, Eropa, Asia mempunyai pengertian atau pun pemahaman yang relatif sama tentang etika, etiket, hal-hal etis, nilai, norma. Namun, ada kata-kata, tindakan, dan perilaku keseharian yang telah menjadi kebiasaan orang-orang Amerika dan Eropa yang berbeda dengan masyarakat Asia maupun Afrika, dan seterusnya. Dan jika kebiasaan-kebiasaan itu dipraktekkan pada sikon Asia, maka dianggap [atau pun disebut dan dituduh] tidak etis dan tak sesuai nilai-nilai atau pun norma ketimuran, dan lain sebagainya.Sedangkan hidup dan kehidupan merupakan seluruh aspek yang bertalian dengan manusia serta kemanusiaannya; dalam hubungannya dengan sesama dan Ilahi.Jadi, nilai-nilai hidup dan kehidupan merupakan keseluruhan tampilan diri, sikap, kata, perbuatan manusia sesuai sikonnya. Nilai-nilai hidup dan kehidupan manusia biasanya dipengaruhi oleh masukan-masukan dari luar dirinya sejak kecil. Hal-hal tersebut, antara lain,
- agama atau ajaran-ajaran agama, biasanya bersifat mutlak; artinya tertanam dan berakarnya nilai-nilai dalam diri seseorang, yang kadang telah menjadi prinsip hidupnya, merupakan akibat dari pemahaman keagamaan yang kuat dan mendalam; dan seringkali ia tidak bisa menjelaskan alasan-alasan mempunyai prinsip [yang mungkin orang lain menganggap sebagai suatu kekakuan], namun karena imannya, ia tetap pada pendiriannya
- norma atau pun kebiasaan yang berlaku dalam komunitas; norma-norma yang berlaku pada suatu komunitas biasanya bersifat warisan bersama; artinya semua anggota komunitas menyetujui dan mempraktekkannya. Karena merupakan warisan bersama, maka hal itu terus-menerus diturunkan kepada generasi berikut; dan bisa dipakai sebagai salah satu indentitas bersama pada komunitas tersebut; dengan demikian, sampai kapan atau dimana pun ia berada, maka selalu mempertahankan nilai-nilai tersebut
- pendidikan formal dan informal, disiplin, latihan, bimbingan orang tua maupun guru; semuanya itu merupakan penanaman nilai-nilai yang dilakukan sejak dini oleh orang dewasa ke dalam diri seseorang atau anak-anaknya. Proses penanaman itu dilakukan secara sengaja maupun tidak, dengan tujuan tertanam nilai-nilai luhur, baik, dan benar, yang menjadikan seseorang, dapat diterima oleh sesamanya
- interaksi sosial yang membawa perubahan pikiran dan tujuan mengungkapkan kata serta melakukan tindakan
- pengalaman serta wawasan yang didapat karena adanya interaksi dengan orang lain serta keterbukaan menyerap hal-hal baru
Dengan demikian, ada kesamaan nilai-nilai hidup dan kehidupan yang ada di suatu komunitas masyarakat; kesamaan yang berlaku dan diterima oleh seluruh anggota komunitas. Hal tersebut, termasuk nilai-nilai keagamaan, berlaku untuk semua umat yang menganut agama. Walaupun demikian, pada masing-masing orang [tiap-tiap pribadi] ada nilai-nilai yang khas, sesuai dengan masukan-masukan yang didapatkannya. Dan bisa saja [seringkali] terjadi, nilai-nilai hidup dan kehidupan pada pribadi seseorang berbeda dengan yang berlaku dalam masyarakat. Nilai-nilai hidup dan kehidupan dalam masyarakat pun mempunyai aneka perbedaan tertentu karena berbagai latar belakang anggotanya.Masukan-masukan [ajaran] keagamaan yang dominan pada seseorang sangat mempengaruhi nilai-nilai hidup dan kehidupannya. Orang yang mempunyai nila-nilai keagamaan yang baik, kokoh, dan kuat, akan menjadikan ia mampu bersifat kritis terhadap hal-hal ada di sekitarnya. Namun, nilai-nilai hidup dan kehidupan yang dominan [karena] ajaran agama tidak boleh menjadikan fanatisme keagamaan yang sempit. Nilai-nilai keagamaan dapat menjadi suatu saringan untuk mampu menahan diri terhadap semua pengaruh buruk. Dengan itu, jika seseorang yang mendapat masukan-masukan ajaran Kristen, maka ia akan mempunyai nilai-nilai kristiani dalam hidup dan kehidupannya.
Laman ini muncul karena ingin berbagi nilai-nilai hidup dan kehidupan, idea, opini, dan artikel ringan untuk siapa pun. Boleh copas ke web/situs/blog anda, namun jangan lupa memasukan sumber http://retnohudoyo.blogspot.com/
LIK REJEKI
Selasa, 22 Juli 2014
Nilai-nilai Hidup dan Kehidupan
Sabtu, 19 Juli 2014
Bahaya Fragmentasi Pada Perempuan Usia 40an
Fragmentasi
yang dimaksud di sini adalah hubungan antara manusia pada suatu rentang
waktu dan lokasi tertentu. Artinya, pada suatu lokasi tertentu, terjadi
hubungan antar manusia yang penuh keakraban, tulus, jujur, dan penuh
keramahan; namun kemudian menjadi putus setelah mereka keluar dari
lokasi tersebut; lamanya hubungan itu, terbatas pada keberadaan pada
lokasi mereka berhubungan.
Fragmen
artinya bagian-bagian kecil suatu benda, namun masih terlihat ciri-ciri
asalnya; fragmen juga bermakna babak atau bagian dari suatu sandiwara
atau drama. Tetapi, fragmentasi yang dimaksud di sini adalah hubungan
antara manusia pada suatu rentang waktu dan lokasi tertentu. Artinya,
pada suatu lokasi tertentu, terjadi hubungan antar manusia yang penuh
keakraban, tulus, jujur, dan penuh keramahan; namun kemudian menjadi
putus setelah mereka keluar dari lokasi tersebut; lamanya hubungan itu,
terbatas pada keberadaan pada lokasi mereka berhubungan.
Pada
umumnya fragmentasi yang terjadi atau terbangun itu, mendatangkan
manfaat pada orang lain [biasanya orang-orang dekat]; hubungan timbal
balik yang erat, dan hanya terjadi pada rentang waktu dan tempat
tertentu.
Misalnya,
hubungan baik antara guru dengan orang tua, selama anaknya menjadi
murid atau belajar di sekolah tertentu. Melalui hubungan itu, orang tua
mengharapkan anaknya mendapat perhatian lebih dari guru. Tetapi, ketika
anaknya lulus, maka keakraban hubungan yanag pernah terbangun menjadi
hilang, bahkan seakan tidak pernah saling mengenal. Bisa juga terjadi
ketika interaksi di tempat duduk pesawat, KA, bus antar kota, dll, ada
percakapan yang akrab, namun setelah sampai di tujuan, maka terlupakan
dan saling melupakan;
Interaksi
sosial, rakyat Indonesia, bangsa dan negaraku, juga hampir sama; setiap
hari ada atau terjadi hubungang, namun cepat sekali saling melupakan,
dan bahkan menjatuhkan dengan nada amarah serta kebencian.
Fragmentasi,
sesaat menyatukan karena untuk mencapai tujuan yang sama dan hampir
sama; dan setelah mencapai tujuan, kembali saling tak mempedulikan.
Fragmentasi
menjadikan persahabatan, hubungan, koalisi, keakraban dan hubungan
antar manusia menjadi SEMU, berdasarkan kepentingan dan keuntungan;
tidak ada perhatian, tidak ada kasih, tidak simpati dan empati; semuanya
penuh “demi tujuan atau mencapai tujuan”
\Saya
tak perlu menjelaskan tentang Fragmentasi, karena LAMPIRAN-SUPLEMEN di
atas, sudah cukup menjelaskan apa dan makna Fragmentasi.
Perempuan usia 40an di sini, adalah mereka, para isteri yang selain sebagai ibu rumah tangga, juga berprofesi sebagai perempuan kantoran. Perempuan Kantoran di
perusahan swasta, pns, atau pun tenaga akademik di PT dan lain
sebagainya; dengan segala bentuk kesibukan di luar rumah (dan tidak
didampingi suami).
Tugas rangkap Perempuan Kantoran seperti itu, tak jarang melakukan perjalan sendiri (dengan pesawat, Kerta Api, atau pun mobil travel), bahkan berlama-lama di luar rumah bersama dengan rekan kerja, bisnis, klien, atau pun orang-orang penting lainnya. Tak menutup kemungkinan, setelah meeting, harus juga lunch, dinner atau terpaksa nginap sendiri di luar kota, jauh dari suami dan keluarga.
Dalam
sikon seperti itulah, kadang muncullah para penggoda yang tak di
sangka; mereka ada bisa saja rekan kerja, rekan bisnis, klien, atau yang
tadinya meeting bareng, dan sejenisnya; dengan alasan yang dicari-cari,
ingin ngobrol atau bertemu dengan/dalam keadaan santai serta bukan urusan pekerjaan atau ngobrol lainnya.
Sebagai
orang Timur, dalam budaya ketimuran, tentu saja, jika menolak, maka
bisa dianggap sombong, angkuh, atau pun tak bersahabat, dan lain
sebagainya. Sebaliknya jika menerima ajakan ngobrol, maka
mengurangi waktu istirahat, ataupun mudah terlihat orang lain (yang tak
tahu menahu urusannya), kemudian bisa menjadi bahan omongan sekaligus
fitnah.
Fragmentasi karena tugas/kerjaan itulah yang sering menjadi godaan (pda
dan terhadap) perempuan pekerja. Mereka mungkin saja, kekasih yang
setia, ibu yang baik, serta isteri yang sangat mencintai suaminya, akan
tetapi kebersamaan karena pekerjaan dan tugas, bisa terjerat dalam sisi
selanjutnya dari Fragmnetasi. Bisa saja memunculkan atau berdampak pada bobo bareng/ML
karena sama-sama terbuai dengan sikon, walaupun mereka sebelumnya bukan
selingkuhan. Kemudian, berlanjut serta berlanjut pada hal-hal yang di
luar dugaan lainnya.
Melihat peluang dan kenyataan yang bisa seperti
itu, apa yang dapat kita lakukan sebagai upaya pencegahan dan jaga
diri!? perlu, karena sekuat dan sekokoh apapun perempuan kantoran, ia
bukan malaikat suci yang imun terhadap godaan lawan jenis. Oleh sebab
itu, harus mempunyai kekuatan dan senjata untuk melawannya.
Ya,
godaan bisa saja datang dan selalu ada; dan itulah sifat si penggoda.
Penggoda selalau menggoda, namun tergantung dari yang digoda, mau
tergoda atau tidak.
Berdasar
pengalaman, ada senjata ampuh, yaitu ketegasan; tegas berkata tidak,
dilanjutkan dengan menolak; dan terus menerus tegas serta menolak.
Karena jika sekali saja tidak tegas dan tak menolak, maka itu akan menjadi pintu masuk untuk hal-hal berikutnya.
Dan
lebih dari itu, kita bisa kembali pada makna Fragmentasi tersebut, ” ….
ada percakapan yang akrab (ketika uruasan tugas dan pekerjaan), namun
setelah selesai, maka terlupakan dan saling melupakan, ….” Di sini,
hubungan terjadi hanya berdasar fungsi, kerjaan, dan tugas, tak lebih
dari itu; sehingga tak peluang atau membuka kesempatan untuk hal-hal
yang bisa saja membuat jutuh ke dalam jurang ketidakberesan.
Ciri ABG yang Sudah ML
UNTUK PARA AYAH-IBU. SEKS
= jenis kelamin, organ reproduksi; SEKS MANIAC = manusia yang mempunyai
nafsu seks yang sangat berlebihan; SEKSUAL = segala sesuatu yang
berhubungan dengan jenis kelamin – persetubuhan laki-laki dan
perempuan; SEKSUALITAS = Ciri, sifat, peran seks; dorongan seks;
kehidupan seks.
Secara sederhana, seks, seksual, dan seksualitas, merupakan sesuatu yang indah, karena merupakan ciptaan
TUHAN; sesuatu yang suci untuk suami-isteri; bertujuan untuk prokreasi
atau pertambahan kuantitas [jumlah] umat manusia. Seks juga merupakan
salah satu bentuk pengungkapan kasih sayang sekaligus puncak kemesraan
antara suami-isteri, agar terlahir atau ada generasi penerus.
Seks, Seksual, dan Seksualitas
seringkali merupakan sesuatu yang mudah dan biasa, tetapi bagi
beberapa orang -ataupun kelompok masyarakat- adalah hal tabu dan
terlarang. Konsep yang dualistis ini menjadikan sikap dan pandangan
terhadap perilaku seks dan seksuaslitaspun menjadi berbeda. Ada
orang yang menganggap seks dan seksualitas tidak perlu dibahas, karena
manusia akan memahaminya berdasarkan dorongan naluri seksual dalam
dirinya. Tetapi ada juga yang ingin mengetahui seluk beluknya dengan
baik dan benar sehingga mempunyai penilaian yang tidak keliru tentang
seks dan seksualitas.
Dengan
demikian, seks menjadi sesuatu yang mudah, tetapi sekaligus sering
merupakan permasalahan yang mencolok serta cukup kompleks. Kompleksitas
tersebut terjadi karena menyangkut hubungan intim suami-isteri, serta
pemahaman dan penghayatan seks bagi anak-anak dalam tumbuh kembangnya.
Kenikmatan Seks-seksual (biasanya didapat) melalui perkawinan/pernikahan, itu bisa terjadi pada manusia (laki-laki dan perempuan) yang menikah; namun bisa juga didapat dengan cara tidak biasa.” Artinya, orang bisa melakukan itu sebagai sex pra-nikah (yang melakukan ml sebelum menikah, pada usia remaja sampai dewasa); dan sex di luar nikah (orang yang sudah menikah, namun ml dengan laki-laki atau pun perempuan yang yang bukan isteri/suaminya).
Sex pra-nikah, (di sini, perkawinan tak berfungsi dalam dunia sex ini) telah terjadi dan merambah kesegenap lapisan usia; setiap laki-laki dan perempuan setelah akil balig, bisa melakukannya. Ada banyak peluang (dan sangat gampang didapat) untuk itu. Akibatnya, tak sedikit kehamilan pada usia remaja, kematian akibat gagal aborsi, dan tak terhitung anak yang terlahir sebelum menikah. Sex pra-nikah (SPN), bisa terjadi pada mereka (pasangan) yang masih pacaran, mereka (pasangan) sudah bertunangan, atau pun laki-laki dan perempuan usia dewasa yang belum menikah (namun butuhpenyaluran energi seksnya); bisa dilakukan dengan pacar, tunangan, ttm, atau pun dengan laki-laki dan perempuan yang berprofesi sebagai pekerja sex komersial.
SPN bisa terjadi atau pun dilakukan oleh siapa pun, termasuk anak-cucu kita (anda dan saya); semua abg dari berbagai latar belakang (sosial, agama, pendidikan, dan lain-lain) berpeluang sama, mereka bisa lakukannya; apalagi sikon sekarang yang penuh dengan gegap gempita pergaulan bebas, semuanya membuka peluang serta mempermudah abg melakukan spn. Laporan media massa menunjukkan bahwa, tak sedikit abg (usia pelajar kelas enam dan smp), sudah mengenal dan melakukan spn.
Hal di atas, bukan untuk menakutkan
anda (para ayah dan ibu, yang mempunyai abg putera/i); Bagaimana
mendeteksi dini hal tersebut atau mengetahui jika mereka telah
melakukan spn?
Untuk
mengetahui sudah pernah atau belum pernah, cuma ada satu yang paling
gampang dan efektif, yaitu kejujuran dan pengakuan sang anak. Hal
ini/itu hanya terjadi melalui proses dialog yang cukup panjang antara
sang anak dengan ayah-ibu; kecuali, jika mereka (terutama remaja puteri)
telah hamil.
Lalu,
bagaimana bisa mencapai dialog tersebut!? Jika tak mampu melihat
tanda-tanda bahwa mereka (sang anak, si abg tersebut) telah melakukan
spn!? Ada banyak informasi tentang cara melihat ciri-ciri abg sudah
melakukan spn;namun itu tidak mutlak terjadi, bisa berbeda antara satu
abg dengan yang lainnya.
Sehingga
yang lebih utama dari sekedar melihat ciri-ciri fisik tersebut adalah
hubungan psikhologis antara ayah-ibu dan anak; hubungan yang saling
terbuka, jujur, saling menghargai, dan bahkan keseganan, satu sama
lain. Ada baik lihat ciri-ciri berikut,
PUTERI
- Ujung mata didekat hidung menurun ke arah dalam kearah dalam; ini yang paling umum
- Rambut tipis dipinggir pelipis, dekat telinga tidak tegak berdiri.
- Lengan, dekat bahu, tidak tipis.
- Pinggir paha belahan terlihat nyata alias tidak bulat lagi.
- Terlihat urat pada betis, bukan varises
- Jika jari kelingking dipegang langsung keringat dingin, salah tingkah
- Bentuk pinggul yang turun ke bawah
- Jika sudah sering melakukan hubungan intim biasanya sebagian besar wanita akan mengalami pembesaran pada daerah panggul
- Jika masih baru melakukan hubungan, bias terlihat dari cara jalan yang agak rikuh dan menahan sakit
- Mungkin ada yang lain … !?
PUTERA
- Perut pada bagian pinggang terlihat kendor
- Jika mengetok bagian lutut, maka berbunyi nyaring
- Pinggul turun
- Sering tau lebih mudah lemas – lelah
- Tampak di leher, sudah keluar jakun
- Suara lebih ngebas
- Jika melihat perempuan sexy, mata tertuju ke wilayah paha dan dada
- Ada yang lain …. !?
MALU dan TAK TAHU MALU
Malu
bermakna merasa sangat tidak enak hati, hina, rendah, tak mampu,
karenna berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan
kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan, dan sebaganua); segan
melakukan sesuatu karena ada rasa hormat; merasa renda karena berada di tengah-tengah orang penting. Memalukan, bermakna menjadikan
(menyebabkan, memberi) diri sendiri dan orang lain (menjadi) malu;
atau mempermalukan, membuat diri sendiri malu. Kemaluann,
adalah sesuatu yg menyebabkan malu; alat kelamin (laki-laki atau
perempuan).
Pada
dasarnya, semua manusia normal (sehat fisik, sehat rohani, sehat jiwa)
mempunyai rasa malu, serta pahami betul hal-hal apa saja yang membuat
dirinya kehilangan rasa malu sehingga menjadi tak tahu malu.Pemahaman
itu, menjadikan dirinya berhati-hati bila berbicara, bertindak, atau pun
melakukan sesuatu.
Itu, sedikit makna malu …. lalu bagaimana dengan tak tahu malu!?
Gampangnya, tak
tahu malu adalah kebalikan dari malu. Tidak tahu tahu malu tak
sederhana itu, melainkan datang dari dalam jiwa/diri seseorang. Tak tahu
malu bisa dan biasanya dikategorikan ke dalam
- tak tahu malu sesaat - sementara,
- tak tahu malu karena gangguan medis atau penyakit fisik
- tak tahu malu karena gangguan jiwa
Tak
tahu malu sementara. Biasanya terjadi karena adanya dorongan atau
kebutuhan yang sangat mendesak, sehingga kesampingkan rasa malu, segan,
agar bisa melakukan sesuatu sesuai kebutuhan saat itu. Misalnya,
seorang bawahan yang harus membawa sesuatu ke/pada bosnya (yang
sementara) meeting dengan koleganya; ia segan, namun harus lakukan; ia
kesampingkan semua keseganannya, sehingga berani hadir di tengah-tengah
orang (yang menurutnya tak sebanding dengan dirinya). Bisa juga, anak
muda yang membuang rasa malunya, untuk menyatakan cinta ke orang yang ia
naksir. Rasa tak tahu malu seperti ini, cuma sesaat, dan kadang menjadi
bahan lucu-lucuan, jika diingat atau diceritakan kepada yang lain.
Termasuk di dalamnya tak tahu malu karena terpaksa atau dipaksa
sehingga sesaat tak tahu malu.
Tak
tahu malu karena gangguan medis atau penyakit fisik. Ini biasa dan
biasanya terjadi pada orang yang sakit, alami kecelakaan, atau gangguan
fisik lainnya. Ia tak mampu untuk mengkontrol anggota tubuh atau bagian
tubuh sehingga terbuka atau terlihat umum. Mungkin saja, ia sadar dan
menyadari tentang ada hal-hal dalam dirinya (yang tertutup, membuat
dirinya malu, dan lain sebagainya) terbuka/terlihat, tetapi karena ada
gangguan medis, maka cuma diam, menahan rasa malu.
Tak
tahu malu karena gangguan jiwa. Tak tahu malu seperti ini, terjadi pada
orang-orang yang sakit jiwa, gangguan jiwa akut, sinting, gila, dan
sejenisnya; misalnya mereka yang jalan - lari telanjang dengan keadaan
kumuh - kotor, dan lain sebagainya. Atau, bisa saja mereka yang tahu
malujenis ini, terlihat sehat - segar - normal, akan tetapi jiwanya
sakit atau mengalami gangguang jiwa. Orang yang seperti ini,
benar-benar urat malunya sudah putus, sehingga ia berkata, bertindak,
bahkan menulis sesuatu, dengan enaknya, tanpa rasa malu. Parahnya,
orang-orang seperti ini, tidak tahu dan tak menyadari diri bahwa ia
mengidap sakit jiwa - gangguan jiwa serta perlu di tolong.
Ia berlaku layak seperti orang normal, tetapi akibat dari kata-kata,
tulisan, tindakannya, orang lain langsung bisa menilai bahwa sumbernya
adalah orang yang sakit jiwa.
Nah,
perilaku tak tahu malu itu, merambah dan ada pada banyak orang; ada
pada anggota parlemen - jajaran/aparat pemerintah yang korup, tokoh
agama, anak-anak sampai dewasa, maling, pelanggar ham, termasuk para pengguna Facebuk, Twitter, dan seterusnya. Tandanya adalah, mereka selalu berkomentar dengan kata-kata kasar, benafaskan kebun binatang, serta tanpa mempertimbangkan etika serta nilai-nilai etis
Mereka-mereka
ini, termasuk manusia normal, atau setengah normal (!?), yang mengidap
gangguan rohani dan penyakit jiwa, yang syaraf malunya sudah putus.
Akibatnya, melakukan - berbuat banyak hal yang memalukan namun tak
merasa malu. Mereka bukan saja tak ada rasa malu atau tak tahu malu,
namun sekaligus mengidap sakit jiwa, dan cenderung gila (cepat atau
lambat akan gila, dan lari-lari telanjang di jalan).
Sungguh Tragis
Jumat, 18 Juli 2014
Perempuan-perempuan Perkasa Bersiap Melawan ISIS
Akhir
Juni yang lalu, tepatnya Minggu 29/6, para pemberontak yang melawan
Irak dan Suria mengdeklarasikan Negara Khilafah Islam; mereka tergabung
dalam Islamic State in Iraq and the Levant atau ISIL, mengumumkan
pembentukan negara Khilafah Islam, dengan wilayah hasil rampasan antara
Irak dan Suriah (Provinsi Diyala di Irak ke Aleppo di Suriah).
Pemimpin pembrontak Abu Bakr al-Baghdadi, melalui rekaman audion yang
disebar secara online, menyatakan diri sebagai KHALIFAH dan “pemimpin
bagi umat Islam di mana saja.” Menurut juru bicara ISIL Abu Mohammad
al-Adnani,
“Dewan Syura dari Negara Islam sudah bertemu dan membahas kekhalifahan, dan memutuskan untuk mendirikan negara Islam dan untuk menunjuk khalifah untuk negara kaum muslimin.
Kata-kata ‘Irak’ dan ‘Levant’ telah dihapus dari nama Negara Islam di koran dan dokumen resmi, Hal itu menggambarkan khalifah sebagai mimpi di semua hati umat Islam dan harapan semua jihadis.”
Belakangan,
dunia lebih menyapa mereka Islamic State in Iraq and Shama atau ISIS;
ISIS menjadi terkenal dan mendunia, dangan segala ambisa serta rencana
besar mereka, termasuk akan menyerang Kota Mekkah dan menghancurkan
Ka’aba (mereka pikir, gampang dan mudah; jika itu terjadi maka akan
muncul pasukan Muslim dari berbagai penjuru Dunia untuk mempertahankan
Mekkah dan Ka’abah).
Itulah
ISIS. Mereka berhasil membangun kekhilafan baru berdasar cara-cara
kekerasan dan pertumpahan darah; bahkan menghukum mati siapa pun yang
berani menantang yang tak sepaham dengan mereka. Ulama-ulama dan
rohaniawan Syiah, Sunni, Kristen Ortodox yang mencoba ajakan perlawanan
melalui khotbah, cepar atau lambat gugur dimakan pedang atau pun senjata
mereka. Kantong-kantong Kristen Ortodox di Iraq, dan dalam kekuasaan
mereka, harus membayar pajak orang kafir kepada mereka.
Kini,
nyaris tak ada yang bisa melawan ISIS. Rezim Suriah, yang kini
tertatih-tatih masih bertahan dengan bantuan dari Iran, dan entah dari
mana; mereka cuma bertahann hidup.
Tapi,
nanti dulu, Kompas.com dan BBC Indonesia melaporkan hal baru, ada
kelompok Pejuang Perempuan yang sementara mempersiapkan diri melawan dan
menghancurkan ISIS.
Shaimaa Khalil, wartawan BBC, berhasil
menemukan lokasi pelatihan militer di pinggiran Sulaimaniya, salah satu
kota otonomi Kurdistan, Irak utara. Di tempat tersebut, sejumlah
perempuan dari suku Kurdi, yang sementara bersiap-siap untuk bertempur
melawan ISIS. Mereka adalah unit perempuan dari Peshmerga, Pasukan
Keamanan Daerah Kurdistan.
Komandan Unit, Kolonel Nahida Ahmed
Rashid, mengatakan unit ini dibentuk tahun 1996 untuk melawan loyalis
mantan Presiden Saddam Hussein. Unit ini terdiri dari beberapa ratus
pejuang perempuan yang semuanya merupakan relawan. Hanya beberapa yang
pernah bertempur, tetapi banyak mengatakan kepada komandan mereka,
ingin berjuang sejak ISIS menduduki sebagian besar wilayah Irak utara
dan barat bulan lalu. Menurut Kolonel Rashid,
” … pasukan perempuannya berlatih setiap hari dan siap bertempur.Mereka telah dilatih dengan pasukan khusus. Beberapa sudah berjuang bersama rekan-rekan pria dan saya akan mengirim beberapa orang ke Kirkuk segera. Saya sendiri belum lama ini berada di Kirkuk.
Para keluarga sangat mendukung keputusan anak dan saudara perempuan mereka untuk bergabung dengan pasukannya.
Saya punya anak perempuan, dia berusia 10 tahun, dan ketika dia melihat video serangan ISIS di Facebook dan di internet, dia bilang: ‘Tolong ibu, kalau ibu pergi bertempur, tolong bawa saya.
Salah seorang perempuan di unit tersebut adalah Awas Tawfiq (Awas Tawfiq adalah seorang ibu dari dua anak laki-laki remaja. Ia bercerai dari suaminya. Dia menghabiskan dua hari seminggu di tempat militer dan empat hari lainnya bersama anak-anaknya), yang bertempur menyatakan bahwa, “Saya sangat senang. Saya sudah berlatih selama delapan tahun untuk ini; saya tidak takut, saya tahu saya akan membela negara saya, saya sangat bersemangat untuk pergi.” (kompas.com/bbc indonesia).
Mereka
adalah perempuan-perempuan pejauang; perempuan-perempuan pemberani.
Perempuan-perempuan yang terpanggil, karena berbagai alasan, untuk
membebaskan kaum, bangsa, dan negaranya dari ambang kehancuran dan
kepunahan, akibat perang serta pertumpahan darah.
Paling tidak, perempuan-perempuan
Kurdi/Kurdiztan ini, suku yang terkenal mempunyai militansi, daya tahan
dan juang sangat tinggi, selain Gurkha dan Yahudi, yang akan bertempur
melawan ISIS ini, telah berani mengambil keputusan yang sama dengan kaum lelaki; berjuang untuk bangsa dan negara.
Unit perempuan Peshmerga,
perempuan-perempuan Kurdi ini telah berani melepaskan diri dari, umumnya
perempuan di Timur Tengah dan belahan dunia ketiga lainnya, yang
bersahabta dengan kesedihan, tertindas, dan penuh ketragisan, serta
tanpa suara dan keputusan untuk diri sendiri. Dan pada umumnya menjadi manusia kelas dua, yang sewaktu-waktu bisa diperalat oleh siapa pun.
Dengan demikian, jika
kemarin-kemarin, kita mendengar (dan meliaht melalui vidio di Yotube),
ada perempuan-perempuan dari Afrika yang melakukan jihad sex di
Suriah, maka kali ini beda. Pejuang perempuan dari suku Kurdi, lepas
dari meraka akan menang atau kalah, akan terjun ke medan pertempuran,
bukan sebagai sasaran hawa nafsu, melainkan meredam amarah, kemarahan,
serta berjuang untuk menciptakan damai serta perdamaian.
Mari, kita menanti dengan sabar keberhasilan unit elite perempuan
Peshmerga, Pasukan Keamanan Daerah Kurdistan tersebut. Apakah mereka
berhasil atau malah menjadi korban. Nyatanya, hingga sekarang, belum
terdengar kelompok-kelompok pemberontak di antara wilayah Suria dan Irak
yang berhasil atau mencoba menyerang wilayah Kurdistan; tentu mereka
harus berhitung untung ruginya jika berhadapan dengan Pasukan Kurdsitan
yang terkenal juara bertempur di karang-karang, cadas, dan padang
pasinr, dan terkenal di Dunia sejak masa lalu.
Selamat Berjuang Teman-teman Perempuan.
Selasa, 08 Juli 2014
Perempuan (yang) Tertindas
Anda pernah baca kutipan ini “Kekerasan terhadap perempuan, adalah tindakan dan perilaku kekerasan (fisik dan psikologis) yang dilakukan laki-laki kepada perempuan. Pelaku kekerasan terhadap perempuan biasanya (laki-laki)orang dekat perempuan yang menjadi korban. Misalnya ayah kandung dan tiri, suami, saudara laki-laki, teman kerja, majikan; maupun laki-laki pada umumnya, yang tidak dikenal korban sebelumnya, . .”
Ketika membaca tulisan tersebut,
di sela-sela tugas sebagai seorang kecil pada salah satu PTS terkemuka
di Negeri ini, saya mau menjawab - memberi komentar, namun tak bisa,
karena belum bergabung di Kompasiana.
Kisah perempuan yang sedih,
tertindas, dan penuh ketragisan, bukan cuma ada di Jawa Barat, namun di
mana-mana, pada berbagai penjuru Dunia, terutaman negara-negara miskin
dan terbelakang, dan berkembang. Pada sikon sosio-kultural mereka, pada
umumnya perempuan menjadi manusia kelas dua, yang sewaktu-waktu bisa diperalat oleh siapa pun.
Perempuan bisa sebagai sasaran
amarah, pembunuhan, jual beli, bahkan menjadi alat tukar para lelaki dan
juga oleh sesama perempuan. Pada kesempatan itu, perempuan hanya dan
harus menerima keadaan, dan tanpa bisa menolak.
Di banyak tempat di negeri ini,
sikon perempuan tak jauh berbeda. Mereka bisa berhenti sekolah demi
saudara laki-lakinya; mereka bisa menikah/kawin mudah demi status
ekonomi dan sosial orang tua; mereka pun, bisa menjadi isteri tanpa
keterikatan administrasi agama dan negara, karena bisa dan dibolehkan. Mereka pun, bisa membawa keuntungan sangat besar pada orang-orang yang menjual dirinya.
Kadang, hati ini menjerit, namun
suara jeritan tersebut tak terdengar, karena hanya hanya suara seorang
perempuan biasa yang terkurung di atara tembok rumah, kampus, kamar;
serta tembok besar yang tak terlihat di sekitar ku. Mau menangis, namun
air mata tak mengikuti perintah hati untuk cengeng.
Tembok-tembok yang terlihat, masih
bisa diterjang dan dilewati perempuan; namun tembok-tembok besar yang
tak telihat lebih mengekang, menakutkan, dan membatasi kebebasan gerak
seorang perempuan, sehingga ia, hanya nerima banyak hal dari luar dirinya dan bukan keinginan jiwanya.
Ah … masih banyak dan banyak lagi; namun cukup untuk hari ini
RH/OurOI
Perempuan Pekerja, Perempuan yang Melayani
Dalam anggapan umum, kerja dan berkerja selalu mendapat upah atau sejumlah uang. Namun, pada kenyataannya tidak semua pekerjaan menghasilkan upah, tetapi juga kepuasan, keindahan, dan ketertiban ataupun orang lain merasa nyaman. Misalnya, seorang isteri yang bekerja di rumah, ia tidak menuntut upah dari suaminya, namun mendatangkan keindahan serta kenyamanan pada seluruh anggota keluarga. Pada konteks itu, sang ibu rumah tangga telah melakukan ministry atau melayani seluruh isi rumah. Berbeda dengan pembantu rumah tangga, ia melakukan serviceatau pelayanan karena ada upah yang akan didapatkannya.
Kerja dan hasil-hasil pekerjaan merupakan salah satu upaya untuk mencukupi dan memenuhi kebutuhan hidup dan sekaligus perbaikan keadaan sosial-kultural manusia. Kerja mempunyai nilai kepuasan dan ekonomi, sehingga merupakan usaha untuk mencapai kesejahteraan serta perubahan kualitas hidup dan kehidupan.
Nilai kepuasan dan ekonomi tersebut dirasakan (berdampak) pada orang yang bekerja serta institusi yang memberikan pekerjaan. Kepuasan karena mendapat upah yang layak serta sesuai tingkat pendidikan, ketrampilan dan kemampuan pekerja. Serta nilai kepuasan ekonomi yang didapat pemberi pekerjaan karena adanya keuntungan dari hasil kerja para pekerja.
Kerja (dan juga profesi) merupakan suatu tugas yang mempunyai makna, tujuan, dan nilai ganda; yaitu nilai kemanusiaan yang menyangkut sosial, ekonomi, budaya; serta nilai Ilahi. Kerja mengandung nilai kemanusiaan, karena merupakan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya; serta melalui hasil (upah yang didapat) kerja, kehidupan dapat terus berlangsung. Kerja mempunyai nilai Ilahi; artinya melalui kerja manusia melaksanakan tugas dalam dunia milik TUHAN.
Karena adanya nilai ganda dalam bekerja tersebut, maka hasil kerja berupa upah, jasa, dan kepuasan dapat bermanfaat untuk orang lain, misalnya, anggota keluarga, masyarakat, maupun keuntungan pada pemberi kerja.
Jadi, jika seorang perempuan kerja, bekerja, pekerjaan di office, di rumah, atau di mana saja, ia telah melakukan peran ganda; yang menyangkut serta berdampak ke/pada banyak orang.
Pada umumnya, walau ia adalah isteri dari seorang suami yang pekerja, hasil kerjanya, tidak untuk diri sendiri, namun kepada semua yang ada didekat dan dalam hatinya. Juga pada umumnya, perempuan pekerja biasanya lebih peka melayani hidup dan kehidupan (dalam arti ringan untuk membantu dan menolong sesama, dangampang menggunakan hasil kerjanya untuk menutupi kekurangan dalam keluarga) daripada laki-laki.
RHUDOYO/OI
Program KB Sebagai Salah Satu Cara Mengatasi Kekerasan terhadap Anak
Saya setuju dengan pendapat bahwa, “Hampir semua anak (-anak) dilahirkan karena keinginan ayah-ibunya (ini juga berarti, ada anak yang dilahirkan di luar rencana). Walaupun ada penyebutan anak di luar nikah, lebih bermakna anak yang dilahirkan sebelum sang ibu menikah; sedangkan perbuatan yang menjadikan anak itu ada, merupakan tindakan yang penuh kesadaran.” Dan, memang kenyataannya bahwa, ketika ia/mereka dilahirkan, tak ada yang protes, mengapa terlahir-dilahirkan dari ibu yang ini dan bukan yang itu; lho kok ayahku yang ini, bukan yang itu.
Idealnya, setiap anak (-anak) mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan anak (misalnya bertambah besar, pintar, dan lain-lain) di tengah keluarganya, sangat berkaitan dengan berbagai faktor yang saling melengkapi satu sama lain. Semuanya itu, sekaligus menjadikan anak mampu berinteraksi dengan hal-hal di luar dirinya (misalnya orang tua, adik-kakak, teman sebaya, tetangga, sekolah, masyarakat, dan lain-lain).
Seiring dengan itu (perubahan, pertumbuhan, perkembangan), seringkali terjadi benturan-benturan ketika anak berhadapan dengan ayah-ibu mereka serta orang dewasa lainya. Dan tidak menutup kemungkinan, dampak dari benturan-benturan itu adalah berbagai bentuk perlakuan (kekerasan fisik, kata, psikhis yang dibungkus dengan kata-kata semuanya adalah nasehat dan didikan) orang dewasa kepada anak (-anak). [Kekerasan terhadap anak-anak adalah perilaku yang bersifat tindak penganiayaan yang dilakukan orang tua terhadap anak-anak usia 0 - 18 tahun, atau sepanjang mereka masih berstatus anak secara hukum].
Hal itu terjadi karena orang dewasa (atas nama orang yang melahirkan, yang memberi kehidupan, yang mengasuh, lebih tua, lebih dewasa, lebih pengalaman, lebih tahu, harus didengar, harus dihormati, dan lain-lain) menganggap anak (-anak) telah melawannya, bandel, tidak mau dengar-dengaran, keras kepala, serta telah melakukan banyak tindakan perlawanan terhadap orang yang lebih tua. Tindakan-tindakan dalam rangka upaya pendisiplinan, menuntut kataatan tersebutlah yang menjadikan orang tua memperlakukan anak-anak mereka secara fisik dan psikologis, sehingga berakibat penderitaan, tidak berdaya, bahkan kematian. Anak (-anak) yang menjadi korban kekerasan dari orang tuanya, mengalami ketakutan dan trauma pada dirinya. Ketakutan dan trauma tersebut menghantar mereka lari dari rumah dan lingkungannya. Tidak sedikit dari antara mereka yang akhirnya menjadi anak-anak terlantar, bahkan jadi bagian dari kelompok penjahat dan pelaku tindak kriminal lainnya.
Bentuk lain dari kekerasan anak-anak, adalah perdaganan anak-anak; perdagangan anak (-anak), merupakan transaksi jual-beli yang menjadikan anak (-anak) sebagai objek jual. Transaksi itu dilakukan oleh atau melalui pengantara ataupun orang tuanya sendiri; kasus perdagangan anak, sebagaimana laporan media massa, antara lain,
- bayi dan anak yang kelahirannya tidak diinginkan oleh ayah-ibunya, biasanya akibat tindakan-tindakan seks bebas dan seks pra-nikah
- anak-anak perempuan usia pra-remaja dan remaja putri, yang diculik, disekap, kemudian dijual, dan dipaksa sebagai pekerja seksual, di daerah yang jauh dari tempat asalnya; ada juga anak-anak dari keluarga-keluarga miskin, terutama berusia antara 5 - 10 tahun, kota dan desa, diculik oleh para bandit dan preman untuk dijadikan pengemis
- orang tua menjual anak kandungnya sendiri, usia 0 - 5 tahun, karena kesulitan ekonomi; pada banyak kasus, orang tua dari keluarga miskin menjual bayi ataupun anak-anaknya, agar mereka terbebas dari kesulitan ekonomi
- anak-anak yang dicuri atau diculik oleh para penjahat terhadap anak-anak; korban penculikan tersebut diperjualbelikan; terutama kepada keluarga yang kesulitan mempunyai anak kandung
Lalu, bagaimana dengan Program KB bisa memjadi salah satu cara untuk mengatasi kekerasan terhadap anak …… !? ya, tentu saja bisa. Tingginya populasi penduduk di Indonesia, yang tak seimbangan serta sebanding dengan laju kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, serta upah hasil kerja (penghasilan individu), tentu mempengaruhi pemenuhan kebutuhan rumah tangga, termasuk pembiayaan pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan demikian, aspek-aspek pertumbuhan dan perkembangan (sekalipun yang minimal) juga mengalami pengurangan dan hambatan; orang tua tak bisa melakukan penyediaan, karena tak ada biaya untuk hal-hal tersebut.
Mungkin, saja kebanyakan dari kita, masih berpikir banyak anak, banyak rejeki; atau dan tiap-tiap orang mempunyai rezeki masing, sehingga tak apa-apa jika mempunyai banyak anak. Oke, oke saja, jika berpedoman seperti itu, namun fakta dan realitas yang pada masa kini, agaknya pendapat di atas, tak sepenuhnya benar. Lihatlah, tak sedikit anak-anak terlantar, anak-anak nakal, yang datang dari keluarga-keluarga pra-sejahtera yang mempunyai banyak anak.
Dengan demikian, ikuti-mengikuti Program KB, hendaknya menjadi gaya hidup yang sangat, sangat, sangat patut ditularkan kepada semua orang. KB bukan membatasi laki-laki dan prrmpuan atau suami-isteri melakukan ML; KB bukan untuk melawan kehendak Tuhan agar manusia berketurunan; KB juga bukan dalam rangka pembatasan agar manusia tidak berketurunan; melainkan dalam rangka Keluarga (yang)Bertanggungjawab, ayah-ibu atau orang tua yang bertanggungjawab.Bertanggungjawab itu, menyangkut makna sangat luas dan berhubungan dengan banyak aspek.
RET/HUD/OIOleh sebab tu, kita, terutama kaum perempuan (yang mempunyai prt perempuan atau pekerja rumah, misalnya tukang kebon, sopir, dan lain sebagainya) tentu saja, bisa membantu mengedukasi mereka, agar memahami Program KB dengan baik dan benar, dalam rangka masa depan anak-anak.
Perempuan Menurut Perempuan
Semua agama samawi (Yahudi-Katolik-Kristen-Islam) mempunyai pandangan yang hampir sama tentang asal mula manusia laki-lakidan manusia perempuan Ajaran agama-agama tersebut (walaupun dengan pengungkapan yang berbeda) setuju bahwa Tuhan lah yang menciptakan alam semesta dan segala sesuatu yang terbentang di dalamnya, termasuk manusia.
Sang Pencipta, menciptakan manusia dalam perbedaan gender yang sepadan, agar mereka saling menghormati dan menghargai. Ini berarti (kita) tidak boleh membagi manusia menurut berbagai perbedaan kaya miskin, kedudukan, derajat dalam masyarakat, bahkan meniadakan sentimengender.
Akan tetapi, dalam perkembangan kemudian, suasana harmonis antaramanusia laki dan manusia perempuan tersebut menjadi rusak. Bumi (tepatnya lingkungan hidup dan kehidupan) menjadi dunianya laki-laki, danrumah atau tempat tinggal menjadi dunianya perempuan. Ketidakharmonisan ini semakin berkembang sehingga perempuan tidak lagi dinilai sebagai manusia seutuhnya tetapi dihargai sama seperti harta milik seorang laki-laki. Karena sebagai harta milik, maka perempuan “menjadi sekedar aksesoris laki-laki yang memilikinya.” Perempuan diberi “batasan dan larangan-larangan” sehingga walaupun dalam hatinya ia memberontak tetapi suara dan gerakanpemberontakkannya tidak terdengar.
Pada umumnya, perempuan tetap berada dalam kotak “sebagai mahluk lemah yang membutuhkan perlindungan” dan harus ditolong, serta hanya mampu berkarya dalam dunianya yaitu memasak, melahirkan dan menyusui anak-anak. Sikon seperti itu, menjadikan perempuan hanya berusaha dan berkarya di lingkungan yang tidak mampu dilakukan oleh laki-laki. Artinya hanya mengfokuskan diri sebagai makhluk yang haid, hamil, melahirkan, dan menyusui, serta menyediakan makanan untuk laki-laki.
Padahal, yang seharusnya terjadi adalah kemitrasejajaran harmonis antara laki-laki dan perempuan yang ditandai dengan adanya sikap saling peduli, menghormati, menghargai, membantu, dalam suasana kebersamaan, dalam proses pembangunan, kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, termasuk bidang keagamaan. Perempuan mempunyai potensi yang sama baiknya dengan laki-laki. Namun, potensi itu (kadang) belum kelihatan (akibat perlakuan tak seimbang yang ia dapatkan/terima), karena itu harus terus digali dan ditumbuhkan.
Pemberdayaan perempuan sesungguhnya mengacu pada semua manusia diciptakan dengan hak-hak yang sama. Jadi, wajar jika perempuan mendapat kesempatan sama dalam bidang pekerjaan, peran dalam masyarakat, serta aspek-aspek lainnya dalam hidup dan kehidupan.
RH/JM/OI
[Untuk Para Ibu] Gejala Pengguna Narkoba
Beberapa hari terakhir, terungkap ke
publik adanya kekerasan fisik dan kekerasan plus pelecehan seksual
terhadap anak (dan anak-anak). Media massa begitu semangat dengan penuh
kehangatan memberikatakan kasus-kasu tersebut. Dan itu, tak salah; news
tentang keburukan serta kebusukan tersebut, menjadi perhatian dan
percakpan di mana-mana.
Agaknya, media begitu cepat menyebar berita jika ada penyimpangan, kekerasan, pelecehan, namun cenderung diam dan mendiamkan news yang bersifat edukasi (dan solusi serta jaga diri) kepada orang tua, anak, remaja agar terhindar dari malapetaka yang menimpa anak-anak.
Di samping itu, ada juga hal yang kini
sepi dari pemberitaan media, yaitu tentang bahaya narkoba; media akan
heboh jika ada artis, orang terkenal, atau pejabat publik yang
tersandung narkoba. Dan, kadang pemberitaannya seakan ajakan agar orang
lain ikut mencobanya. Prihatin.
Akibatnya, banyak orang tua, orang
dewasa, anak, remaja, yang tak tahu bahaya dan ciri-ciri kecanduan
narkoba/tika. Sebagai contoh, kemarin, beberapa waktu yang lalu, tak
jauh dari tempat kerja dan kediaman saya, ada anak remaja/abg yang
teler dan tak berdaya di pinggir rel KA, dengan ciri-ciri kecanduang
narkoba/tika.
Jika seperti itu, siapa yang salah!?
Orang tua, penegdar, atau memang sikon ssosial serta pergaulan mereka;
mungkin kita tak bisa menjawab dengan pasti. Oleh sebab itu, adalah
lebih baik jika mengetahu sejak dini ciri-ciri, tanda-tanda, gejala
pengguna narkoba/tika.
Secara umum, mereka, para pengguna
narkoba/tika datang dari proses pertumbuhan dan perkembangan yang tidak
utuh atau lengkap. Kehidupan keluarga yang kurang religius, hubungan
antar keluarga tidak akrab, perceraian orang tua; orang tua
tunggal. Sifat mudah kecewa dan cenderung menjadi agresif dan
destruktif, perasaan rendah diri.
Di samping itu, ia atau mereka gagal
mengaktualisasi diri; kemampuan aktualisasi diri yang rendah, dengan
ciri: cepat bosan, tidak sabar, murung, merasa tertekan dan tidak
sanggup, merasa selalu gagal berfungsi dalam kehidupan setiap hari,
alienasi sosial, kuper, dan lain lain.
Juga ada ciri psikologis seperti suka
mencari sensasi, dan melakukan hal-hal yang mengandung resiko bahaya,
[untuk menutupi kekurangan dirinya], ingin tampil beda. Suka dan selalu
melakukan protes sosial kepada orang dewasa dan institusi yang
mengikatnya [keluarga, sekolah, tempat kerja, lembaga keagamaan,
dst]. Kurangnya motivasi untuk mencapai keberhasilan akademis -prestasi
belajar rendah-; jarang -bahkan tidak mau- mengikuti kegiatan olahraga.
Pada kasus tertentu, pengguna
narkoba/tika juga cenderung mengalami gangguan jiwa -ringan sampai
berat- misalnya cemas-obsesi-takut yang berlebihan, apatis, menarik diri
dari pergaulan, depresi, dll. Ada gejala retardasi mental, hambatan
dalam pertumbuhan dan perkembangan. Mengalami -atau pernah mengalami-
kekerasan dan penyimpangan seksual, misalnya korban paedophilia,
pemerkosaan dari kaum homo seksual ataupun lesbian; mengalami pengalaman
seksual belum pada waktunya [ seks pra-nikah ]. Lingkungan pergaulan
sosial buruk, bergaul dengan sesamanya yang putus sekolah, suka mencuri,
sering berbohong, agresif, produk broken home, pendidikan rendah, kaum
marginal yang tertekan.
Pengaruh anggota keluarga -dan peer
group- yang peminum serta pemakai, perokok pada usia muda. Lari dari
realitas kehidupan; misalnya akibat perilaku orang tua di rumah; tidak
sanggup memenuhi tuntutan orang tua; kemiskinan; kekayaan; membalas
dendam terhadap perlakuan orang tua; niat mempermalukan orang tua karena
keinginannya tidak dituruti;. Mengalami penolakkan dari lingkungan
sosial dan keluarga, misalnya ayah atau ibu tiri, klub olahraga, dan
lain sebagainya
Langganan:
Postingan (Atom)