LIK REJEKI

Selasa, 08 Juli 2014

Perempuan (yang) Tertindas

Anda pernah baca kutipan ini “Kekerasan terhadap perempuan, adalah tindakan dan perilaku kekerasan (fisik dan psikologis) yang dilakukan laki-laki kepada perempuan. Pelaku kekerasan terhadap perempuan biasanya (laki-laki)orang dekat perempuan yang menjadi korban. Misalnya ayah kandung dan tiri, suami, saudara laki-laki, teman kerja, majikan; maupun laki-laki pada umumnya, yang tidak dikenal korban sebelumnya, .  .”
Ketika membaca tulisan tersebut, di sela-sela tugas sebagai seorang kecil pada salah satu PTS terkemuka di Negeri ini, saya mau menjawab - memberi komentar, namun tak bisa, karena belum bergabung di Kompasiana.

Kisah perempuan yang sedih, tertindas, dan penuh ketragisan, bukan cuma ada di Jawa Barat, namun di mana-mana, pada berbagai penjuru Dunia, terutaman negara-negara miskin dan terbelakang, dan berkembang. Pada sikon sosio-kultural mereka, pada umumnya perempuan menjadi manusia kelas dua, yang sewaktu-waktu bisa diperalat oleh siapa pun.

Perempuan bisa sebagai sasaran amarah, pembunuhan, jual beli, bahkan menjadi alat tukar para lelaki dan juga oleh sesama perempuan. Pada kesempatan itu, perempuan hanya dan harus menerima keadaan, dan tanpa bisa menolak.

Di banyak tempat di negeri ini, sikon perempuan tak jauh berbeda. Mereka bisa berhenti sekolah demi saudara laki-lakinya; mereka bisa menikah/kawin mudah demi status ekonomi dan sosial orang tua; mereka pun, bisa menjadi isteri tanpa keterikatan administrasi agama dan negara, karena bisa dan dibolehkan. Mereka pun, bisa membawa keuntungan sangat besar pada orang-orang yang menjual dirinya.

Kadang, hati ini menjerit, namun suara jeritan tersebut tak terdengar, karena hanya hanya suara seorang perempuan biasa yang terkurung di atara tembok rumah, kampus, kamar; serta tembok besar yang tak terlihat di sekitar ku. Mau menangis, namun air mata tak mengikuti perintah hati untuk cengeng.

Tembok-tembok yang terlihat, masih bisa diterjang dan dilewati perempuan; namun tembok-tembok besar yang tak telihat lebih mengekang, menakutkan, dan membatasi kebebasan gerak seorang perempuan, sehingga ia, hanya nerima banyak hal dari luar dirinya dan bukan keinginan jiwanya.

Ah … masih banyak dan banyak lagi; namun cukup untuk hari ini 

RH/OurOI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar