LIK REJEKI

Selasa, 08 Juli 2014

Program KB Sebagai Salah Satu Cara Mengatasi Kekerasan terhadap Anak

Saya setuju dengan pendapat bahwa, “Hampir semua anak (-anak) dilahirkan karena keinginan ayah-ibunya (ini juga berarti, ada anak yang dilahirkan di luar rencana). Walaupun ada penyebutan anak di luar nikah, lebih bermakna anak yang dilahirkan sebelum sang ibu menikah; sedangkan perbuatan yang menjadikan anak itu ada, merupakan tindakan yang penuh kesadaran.” Dan, memang kenyataannya bahwa, ketika ia/mereka dilahirkan, tak ada yang protes, mengapa terlahir-dilahirkan dari ibu yang ini dan bukan yang itu; lho kok ayahku yang ini, bukan yang itu.

1358040942696960999Idealnya, setiap anak (-anak) mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan anak (misalnya bertambah besar, pintar, dan lain-lain) di tengah keluarganya, sangat berkaitan dengan berbagai faktor yang saling melengkapi satu sama lain. Semuanya itu, sekaligus menjadikan anak mampu berinteraksi dengan hal-hal di luar dirinya (misalnya orang tua, adik-kakak, teman sebaya, tetangga, sekolah, masyarakat, dan lain-lain).
Seiring dengan itu (perubahan, pertumbuhan, perkembangan), seringkali terjadi benturan-benturan ketika anak berhadapan dengan ayah-ibu mereka serta orang dewasa lainya. Dan tidak menutup kemungkinan, dampak dari benturan-benturan itu adalah berbagai bentuk perlakuan (kekerasan fisik, kata, psikhis yang dibungkus dengan kata-kata semuanya adalah nasehat dan didikan) orang dewasa kepada anak (-anak). [Kekerasan terhadap anak-anak adalah perilaku yang bersifat tindak penganiayaan yang dilakukan orang tua terhadap anak-anak usia 0 - 18 tahun, atau sepanjang mereka masih berstatus anak secara hukum].
Hal itu terjadi karena orang dewasa (atas nama orang yang melahirkan, yang memberi kehidupan, yang mengasuh, lebih tua, lebih dewasa, lebih pengalaman, lebih tahu, harus didengar, harus dihormati, dan lain-lain) menganggap anak (-anak) telah melawannya, bandel, tidak mau dengar-dengaran, keras kepala, serta telah melakukan banyak tindakan perlawanan terhadap orang yang lebih tua. Tindakan-tindakan dalam rangka upaya pendisiplinan, menuntut kataatan tersebutlah yang menjadikan orang tua memperlakukan anak-anak mereka secara fisik dan psikologis, sehingga berakibat penderitaan, tidak berdaya, bahkan kematian. Anak (-anak) yang menjadi korban kekerasan dari orang tuanya, mengalami ketakutan dan trauma pada dirinya. Ketakutan dan trauma tersebut menghantar mereka lari dari rumah dan lingkungannya. Tidak sedikit dari antara mereka yang akhirnya menjadi anak-anak terlantar, bahkan jadi bagian dari kelompok penjahat dan pelaku tindak kriminal lainnya.
Bentuk lain dari kekerasan anak-anak, adalah perdaganan anak-anak; perdagangan anak (-anak), merupakan transaksi jual-beli yang menjadikan anak (-anak) sebagai objek jual. Transaksi itu dilakukan oleh atau melalui pengantara ataupun orang tuanya sendiri; kasus perdagangan anak, sebagaimana laporan media massa, antara lain,
  • bayi dan anak yang kelahirannya tidak diinginkan oleh ayah-ibunya, biasanya akibat tindakan-tindakan seks bebas dan seks pra-nikah

  • anak-anak perempuan usia pra-remaja dan remaja putri, yang diculik, disekap, kemudian dijual, dan dipaksa sebagai pekerja seksual, di daerah yang jauh dari tempat asalnya; ada juga anak-anak dari keluarga-keluarga miskin, terutama berusia antara 5 - 10 tahun, kota dan desa, diculik oleh para bandit dan preman untuk dijadikan pengemis

  • orang tua menjual anak kandungnya sendiri, usia 0 - 5 tahun, karena kesulitan ekonomi; pada banyak kasus, orang tua dari keluarga miskin menjual bayi ataupun anak-anaknya, agar mereka terbebas dari kesulitan ekonomi

  • anak-anak yang dicuri atau diculik oleh para penjahat terhadap anak-anak; korban penculikan tersebut diperjualbelikan; terutama kepada keluarga yang kesulitan mempunyai anak kandung

Lalu, bagaimana dengan Program KB bisa memjadi salah satu cara untuk mengatasi kekerasan terhadap anak …… !? ya, tentu saja bisa. Tingginya populasi penduduk di Indonesia, yang tak seimbangan serta sebanding dengan laju kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, serta upah hasil kerja (penghasilan individu), tentu mempengaruhi pemenuhan kebutuhan rumah tangga, termasuk pembiayaan pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan demikian, aspek-aspek pertumbuhan dan perkembangan (sekalipun yang minimal) juga mengalami pengurangan dan hambatan; orang tua tak bisa melakukan penyediaan, karena tak ada biaya untuk hal-hal tersebut. 
Mungkin, saja kebanyakan dari kita, masih berpikir banyak anak, banyak rejeki; atau dan tiap-tiap orang mempunyai rezeki masing, sehingga tak apa-apa jika mempunyai banyak anak.  Oke, oke saja, jika berpedoman seperti itu, namun fakta dan realitas yang pada masa kini, agaknya pendapat di atas, tak sepenuhnya benar. Lihatlah, tak sedikit anak-anak terlantar, anak-anak nakal, yang datang dari keluarga-keluarga pra-sejahtera yang mempunyai banyak anak. 
Dengan demikian, ikuti-mengikuti Program KB, hendaknya menjadi gaya hidup yang sangat, sangat, sangat patut ditularkan kepada semua orang. KB bukan membatasi laki-laki dan prrmpuan atau suami-isteri melakukan ML; KB bukan untuk melawan kehendak Tuhan agar manusia berketurunan; KB juga bukan dalam rangka pembatasan agar manusia tidak berketurunan; melainkan dalam rangka Keluarga (yang)Bertanggungjawab, ayah-ibu atau orang tua yang bertanggungjawab.Bertanggungjawab itu, menyangkut makna sangat luas dan berhubungan dengan banyak aspek. 
Oleh sebab tu, kita, terutama kaum perempuan (yang mempunyai prt perempuan atau pekerja rumah, misalnya tukang kebon, sopir, dan lain sebagainya) tentu saja, bisa membantu mengedukasi mereka, agar memahami Program KB dengan baik dan benar, dalam rangka masa depan anak-anak.
RET/HUD/OI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar