LIK REJEKI

Selasa, 08 Juli 2014

Ciri-ciri Identitas dan Integrasi Nasional

Bangsa terbentuk oleh persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, Negara dan kewarganegaraan; bangsa bukan suatu ras, bukan pula orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama, bukan pula dibatasi oleh batas-batas geografis atau bahasa alamiah.  Sedangkan Negara adalah suatu organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang bersama – sama mendiami satu wilayah tertentu dan mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok manusia tersebut.

Teori terjadinya Negara:  Teori kenyataan; timbulnya sesuatu Negara ketika telah terpenuhi unsur – unsur Negara (daerah, rakyat dan pemerintah yang berdaulat) maka pada saat itu juga Negara sudah menjadi suatu kenyataan. Teori ketuhanan; timbulnya Negara karena Tuhan menghendaki. Teori perjanjian; Negara timbul karena adanya perjanjian yang diadakan antara manusia yang tadinya hidup bebas merdeka, terlepas satu sama lain tanpa ikatan kenegaraan. Perjanjian ini diadakan agar ada penguasa yang bertugas menjamin kepentingan bersama dapat terpelihara, agar manusia tidak saling memangsa (Homo homini lupus, menurut Thomas Hobbes).

Bentuk Negara: Negara kesatuan adalah Negara yang diatur oleh pemerintah pusat yang memegang seluruh kewenangan pemerintahan. Dalam pelaksanaan pemerintahannya dapat berupa sistem sentralisasi atau sistem desentralisasi. Negara serikat, (federasi) adalah Negara yang terdiri atas beberapa Negara bagian. Negara bagian diberi kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri, kecuali urusan pertahanan, keuangan, politik luar negeri dan peradilan.

Mencari dan mengembangkan jati diri bangsa, dapat dengan menemukan kembali atau memperoleh kesadaran baru melalui dua pandangan. Pertama mengartikan jati diri bangsa sebagai konsep theologies, identik dengan fitrah manusia, maka jati diri bangsa merupakan kualitas universal yang inheren pada semua manusia yang ada di dalamnya. Kedua melihat jati diri bangsa Indonesia sebagai konsep politik, khususnya budaya politik.

Jati diri bangsa Indonesia tidak saja menyangkut persamaan simbolis lahiriah (misalnya, cara berpakaian), tetapi yang lebih esensial adalah keterkaitan dan komitmen terhadap nilai – nilai kultural yang sama. Jati diri bangsa Indonesia terkait kesadaran kolektif yang terbentuk melalui suatu proses sejarah yang panjang melalui kearifan para pembentuk Negara. Manifestasi jati diri bangsa Indonesia direfleksikan dalam budaya sipil, yang mencapai titik kulminasinya disaat diikrarkannya Sumpah Pemuda dan Proklamasi Kemerdekaan.
Pembentukan jati diri bangsa Indonesia yang multikultural, tidak melalui hubungan yang dominan atau paksaan antara mayoritas dan minoritas, tetapi melalui proses yang saling menguntungkan (simbiose-mutualistis)

Nasionalisme dapat diartikan sebagai paham untuk mencintai bangsa dan Negara sendiri. Nasionalisme adalah suatu pernyataan pendapat dan kesadaran (state of mind and an act of consciouniness) jadi sejarah pergerakan nasional harus dianggap sebagai suatu sejarah pertumbuhan pendapat (history of idea). Pernyataan ini secara sosiologis, ide, pikiran, motif, kesadaran harus selalu dihubungkan dengan lingkungan yang konkret dari situasi sosiohistoris. Awal terbentuknya nasionalisme lebih bersifat subjektif karena lebih merupakan reaksi kelompok (group group consciousness corporate will), dan berbagai fakta mental lainnya. Ciri khas nasionalisme Indonesia menurut Lemhannas
  • Bhinneka Tunggal Ika, tidak bersifat uniform, monolit dan totaliter, melainkan mengakui keanekaan budaya, bahasa, adat dan tradisi local se-Nusantara

  • Universalistik karena pengakuaannya terhadap harkat kemanusiaan yang universal

  • Terbuka secara kultural dan religious, karena ternyata bangsa Indonesia tidak menutup diri dan merupakan pertemuan dari beraneka ragam budaya dan agama

  • Percaya diri, dengan menjalin komunikasi dengan tetangga dan dunia
Unsur pembentuk Identitas Nasional Indonesia terdiri dari :
  • Suku bangsa, bangsa Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa, yang mempunyai adat istiadat, bahasa, budaya daerah yang berbeda-beda dan mendiami ribuan pulau di wilayah Nusantara. Wilayah Nusantara, wilayah nasional Indonesia yang terdiri dari beribu – ribu pulau besar dan kecil yang tersebar dan terbentang di khatulistiwa serta terletak pada posisi silang yang sangat strategis, memiliki karakteristik khas yang berbeda dari Negara lain. Kekhasan tersebut antara lain terletak pada,  Luas wilayah ± 5 juta km2 diman 65% wilayahnya terdiri dari laut/perairan, sedang sisanya berupa darat yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil; kondisi dan konstelasi geografi Indonesia mengandung beraneka ragam kekayaan alam baik yang berada didalam maupun diatas permukaan bumi.Agama, di Indonesia terdapat sejumlah agama aliran kepercayaan yang dianut oleh masyarakat secara eksklusif serta melaksanakan tata ibadah menurut kepercayaan itu

  • Bahasa, di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku bangsa, maka diperlukan penyatuan bahasa sebagai alat untuk memudahkan komunikasi antar suku

  • Budaya. Kebudayaan Indonesia adalah penjelmaan kebersamaan sebagai bangsa yang menghuni nusantara yang merupakan manifestasi ke-kitaan kebangsaan Indonesia. Kita sebagai pengemban kebudayaan dan kebangsaan Indonesia, tidak bisa mengingkari kenyataan hidupnya yang pluralis dalam sistem kepercayaan, bahasa, kesenian, kesejarahan dan pengetahuan

  • Ideologi Pancasila. Pancasila sebagai ideologi Negara Indonesia dimuat dalam pembukaan UUD 1945 sebagai sistem idea secara normatif memberikan persepsi, landasan serta pedoman tingkah laku bagi suatu masyarakat/bangsa dalam kehidupannya untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan bangsa dan Negara. Ideologi Pancasila patut dijadikan pandangan hidup dari bangsa Indonesia (way of life), dasar filsafat NKRI (philosophy of state), dan norma dasar (staatsfundamentalnorm) dalam menjalankan segala aktivitas kehidupan baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam tatanan berbangsa dan bernegara
Semua unsur identitas nasional, yaitu suku bangsa, wilayah nusantara, agama, bahasa dan budaya yang serba majemuk dirangkum menjadi satu dan dijadikan motivasi perekat bangsa (sesanti) dan identitas nasional, yaitu Bhineka Tunggal Ika. Hal ini merupakan modal dasar pembangunan nasional dan enjadi ciri khas  bangsa Indonesia diantar bangsa lainnya didunia.

Untuk mewujudkan identitas nasional, diperlukan integrasi nasional yang kokoh. Integrasi sering disamakan dengan pembauran, padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Itegrasi ialah integrasi kebudayaan, integrasi sosial yang berwujud pluralisme, sedangkan pembauran ialah asimilasi dan amalgimasi. Integrasi kebudayaan berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan. Interaksi sosial ialah penanggulangan masalah konflik melalui modifikasi dan koordinasi dari unsur– unsur kebudayaan baru dan lama yang merupakan penyatupaduan kelompok masyarakat yang asalnya berbeda, menjadi suatu kelompok besar dengan cara melenyapkan perbedaan dan jati diri masing-masing.

Integrasi nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Selain itu dapat pula diartikan bahwa integrasi bangsa merupakan kemampuan pemerintah yang semakin meningkat untuk menerapkan kekuasaan diseluruh wilayah.

Dengan demikian upaya integrasi nasional yang mantap perlu terus dilakukan agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu, karena pada hakekatnya integrasi nasional tidak lain menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan bangsa yang diinginkan. Pada akhirnya persatuan dan kesatuan  bangsa inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya Negara yang makmur aman dan tentram.



Ancaman utama setiap bangsa adalah disintegrasi yang tidak saja terjadi pada bidang sosial, yaitu ideologi, politik, ekonomi, social budaya, pertahan keamanan semata; tetapi juga merembet kearah perpecahan fisik atau wilayah. Jadi salah satu upaya mencegah terpecahnya wilayah setiap bangsa hendaknya memiliki wawasan yang sama atas wilayah yang diklaim a miliknya dan harus dipertahankan hinga akhir hayat.

RH/OI/JMP

Hedonisme


Oleh sebab itu, mereka selalu melakukan pengerahan sejumlah tentara untuk ekspansi kekuasaan sekaligus mendapat kepuasaan batin, ketika melihat darah tercurah akibat tusukan pedang dan tombak. Gaya hidup hedonis yang dilakukan para kaisar, kaum bangsawan, orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan kedudukan, serta masyarakat kaya biasanya menjadikan orang lain sebagai korban; korban mereka adalah para budak laki-laki dan perempuan serta tawanan perang.

Jauh sebelum abad pertama Masehi, di tengah-tengah masyarakat, sesuai dengan sikon masanya, telah ada gaya hidup hedonis. Hedonis kemudian menjadi hedonisme [Yunani, hedone artinya kesenangan, kenikmatan, bersenang-senang], merupakan gaya hidup yang mengutamakan dan mengagungkan kesenangan serta kenikmatan.

1381157616703046387Pada sikon itu, manusia, setelah memenuhi kebutuhannya, berupaya untuk memuaskan hampir semua keinginannya. Dan bisa saja, keinginan-keinginan itu tidak begitu penting, tetapi hanya merupakan suatu prestise, kebanggaan serta kecongkakan.

Di masa lalu, misalnya pada masyarakat Hellenis, tampilan gaya hidup hedonis berupa pengumpulan kekayaan; berkumpul di dan dalam theater [colleseum] sambil menonton opera; hura-hura pada arena pertarungan antara manusia-manusia dan manusia-binatang buas; perjudian, pesta pora [termasuk pesta seks dan penyimpangan seksual]. Bahkan, para kaisar, pada masa lalu, menjadikan perang dan darah sebagai salah satu sumber kesenangan.


Ada banyak orang Indonesia [terutama di kota-kota metropolitan] berhasil menguasai teknologi informasi. Kemudahan seseorang mendengar, membaca, dan melihat berbagai informasi dan gaya hidup dari luar [terutama dari dunia barat], dan terjerumus ke dalamnya. Sehingga mereka dipengaruhi dan terpengaruh, meniru serta mempraktekkannya pada konteks hidup dan kehidupannya. Walaupun, seringkali apa yang ditiru dan dipraktekan tersebut tidak sesuai dengan sikon sosial-budaya setempat atau lokal.

Pada konteks kekinian, ada banyak faktor mendorong gaya hidup hedonis; misalnya akibat mudahnya arus informasi dan komunikasi karena kemajuan tekhnologi informasi [TI]. Dan seringkali informasi yang mencapai [yang masuk ke dalam] suatu komunitas masyarakat, diterima apa adanya; kemudian dipakai sebagai bagian dari gaya hidup. Sikon seperti itu, juga terjadi pada masyarakat dan bangsa Indonesia.

Dan pada umumnya, yang paling mudah ditiru adalah gaya hidup. Sehingga, mudah dipahami bahwa ada masyarakat [terutama kaum muda] Indonesia, bergaya hidup orang Amerika dan Eropah atau bahkan melebihi masyarakat maju lainnya yang bersifat hedonis. Unsur-unsur gaya hidup hedonis, seperti pesta pora, kemabukan, pesta seks [dan penyimpangan seksual], perjudian, tampilan diri memamerkan kemewaan, dan lain sebagainya, seakan menjadi sesuatu yang wajar dan normal.

Dalam kerangka gaya hidup dan kehidupan seperti itu, kemudian muncul istilah-istilah baru namun sangat bersahabat dan populer, misalnya, dugem, clubers, teman tapi mesra, metro-seksual, sex after lunch, sex without love, dan lain-lain sebagainya; semuanya sebagai gaya hidup yang menyenangkan serta merupakan suatu keharusan kekinian bagi masyarakat maju.
Namun, pada satu sisi, banyak orang menilai bahwa gaya hidup dan kehidupan hedonis, pada dasarnya, merupakan penyakit sosial. Dengan itu, maka orang-orang yang bergaya hidup hedonis perlu ditherapi agar kembali menjadi normal. Penyakit yang muncul karena manusia telah kehilangan orientasi kemanusiaan serta kepekaan pada sikon sosial-kultural-masyarakat di sekitarnya masih bergemilang kemiskinan dan kebodohan. Dan mungkin, kaum agamawan [dan agama-agama] mempunyai pemikiran yang sama. Atau sebaliknya, kaum agawan juga terjebak dan terjerumus ke dalam lubang gaya hidup hedonis, sehingga ajaran-ajaran agama yang dianutnya hanya merupakan bentuk-bentuk keagamaan semu; mereka hanya sekedar beragama atau tanpa penghayatan yang benar.

Di sisi lain, orang-orang yang memperlihatkan atau mempraktekkan gaya hidup dan kehidupan hedonis, berpendapat bahwa apa yang mereka lakukan tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan merupakan urusan pribadi; berada pada wilayah private seseorang; jadi tidak perlu diperdebatkan. Semua yang mereka lakukan itu, karena mempunyai kelebihan dari orang lain. Dan dengan kebihan tersebut, mereka [ia] harus mendapat kesenangan, kenikmatan, serta gemerlapan, yang penting tidak merugikan serta mengganggu orang lain. Bagi mereka hidup untuk dan harus dinikmati semaksimal dan sebaik-baik mungkin; karena hanya ada satu kesempatan untuk itu; hanya ada satu kesempatan untuk mengisinya dengan segala bentuk kesenangan. Menikmati gaya hidup dan kehidupan seperti itu, merupakan salah satu upaya melepaskan kelelahan setelah bekerja.

Meniru dan mempraktekkan gaya hidup dan kehidupan hedonis, sudah merambah kepelbagai lapisan masyarakat; seakan sudah merupakan suatu tuntutan keadaan, serta keharusan menjadi bagian darinya. Akibatnya, banyak orang berusaha [bekerja] keras agar mampu membiayai tuntutan-tuntutan gaya hidup dan kehidupannya. Di samping itu, karena gaya hidupnya, banyak orang melupakan kebutuhan spiritualnya, yang hanya bisa diisi oleh Agama.

JMP/RH/OI

Reifikasi

Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya, Ada kemalangan yang menyedihkan kulihat di bawah matahari: kekayaan yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya sendiri. Dan kekayaan itu binasa oleh kemalangan, sehingga tak ada suatu pun padanya untuk anaknya.

Reifikasi adalah penilaian bahwa kesuksesan diukur dari sejumlah benda (benda-benda yang menjadi standar kemajuan) yang dimiliki. Pada konsep seperti itu, maka seseorang dianggap sukses jika mempunyai sejumlah (atau lebih dari satu) benda yang menjadi standar kekayaan pada hidup dan kehidupan modern.

Benda-benda yang menjadi standar kekayaan antara lain, pada masyarakat desa, memiliki lebih dari satu bidang sawah atau tanah ladang, mempunyai beberapa rumah, dan sejumlah besar ternak piaraan yang mempunyai nilai ekonomi. Sedangkan pada masyarakat kota, memiliki lebih dari satu mobil dan rumah, memiliki pekerjaan dan kedudukan yang baik; gaya dan tampilan hidup mewah, dan seterusnya.

Namun, secara negatif, dapat menjadikan seseorang mengejar kekayaan dengan segala macam cara, walaupun melanggar hukum serta norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Artinya, dapat melakukan segala bentuk kejahatan dan pelanggaran demi tujuan dan keinginannya tercapai.

Pada masa kini, reifikasi telah merambah ke dalam hidup dan kehidupan banyak orang; sehingga menjadikan mereka mengejar segala sesuatu yang telah menjadi ukuran kesuksesan. Hal itu terjadi, karena tiap manusia ingin disebut sebagai orang yang telah sukses. Keinginan untuk disebut sebagai orang sukses itulah, kemudian menjadikan seseorang melakukan berbagai penyimpangan ketika bekerja ataupun memangku jabatan.

Pada sikon seperti itu, ia akan melakukan KKN atau korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta tindak pelanggaran lainnya, termasuk melakukan berbagai manipulasi dan rekayasa administrasi keuangan, agar memenuhi atau memiliki benda-benda yang menjadi standar kesuksesan, sehingga disebut orang telah mencapai kesuksesan.

Dengan demikian, praktek reifikasi sebagai suatu penyakit sosial manusia modern. Penyakit sosial yang parah pada masyarakat maju dan berpendidikan, namun hampir tidak ada obatnya, selain penghayatan dan pemahaman keagamaan yang baik dan benar. Reifikasi sebagai penyakit sosial yang melahirkan orang-orang melakukan atau mempraktekkan kolusi, korupsi, dan nepotisme.

Kolusi-korupsi-nepotisme, menjadikan seseorang secara sadar, membiarkan dirinya terus menderita penyakit sosial yang akut. Dan penyakit tersebut dapat ada pada [diderita oleh] diri para pejabat, pemegang kekuasaan, aparat pemerintah, militer, dan lain-lain; atau dapat menular ke siapa pun dan di mana pun; namun mereka tidak mau mengobati dirinya sendiri.

RH/JMP

Fragmentasi

Fragmentasi yang dimaksud di sini adalah hubungan antara manusia pada suatu rentang waktu dan lokasi tertentu. Artinya, pada suatu lokasi tertentu, terjadi hubungan antar manusia yang penuh keakraban, tulus, jujur, dan penuh keramahan; namun kemudian menjadi putus setelah mereka keluar dari lokasi tersebut; lamanya hubungan itu, terbatas pada keberadaan pada lokasi mereka berhubungan. 
Fragmen artinya bagian-bagian kecil suatu benda, namun masih terlihat ciri-ciri asalnya; fragmen juga bermakna babak atau bagian dari suatu sandiwara atau drama. Tetapi, fragmentasi yang dimaksud di sini adalah hubungan antara manusia pada suatu rentang waktu dan lokasi tertentu. Artinya, pada suatu lokasi tertentu, terjadi hubungan antar manusia yang penuh keakraban, tulus, jujur, dan penuh keramahan; namun kemudian menjadi putus setelah mereka keluar dari lokasi tersebut; lamanya hubungan itu, terbatas pada keberadaan pada lokasi mereka berhubungan. 
Pada umumnya fragmentasi yang terjadi atau terbangun itu, mendatangkan manfaat pada orang lain [biasanya orang-orang dekat]; hubungan timbal balik yang erat, dan hanya terjadi pada rentang waktu dan tempat tertentu. 
Misalnya, hubungan baik antara guru dengan orang tua, selama anaknya menjadi murid atau belajar di sekolah tertentu. Melalui hubungan itu, orang tua mengharapkan anaknya mendapat perhatian lebih dari guru. Tetapi, ketika anaknya lulus, maka keakraban hubungan yanag pernah terbangun menjadi hilang, bahkan seakan tidak pernah saling mengenal. Bisa juga terjadi ketika interaksi di tempat duduk pesawat, KA, bus antar kota, dll, ada percakapan yang akrab, namun setelah sampai di tujuan, maka terlupakan dan saling melupakan;  
Interaksi sosial, rakyat Indonesia, bangsa dan negaraku, juga hampir sama; setiap hari ada atau terjadi hubungang, namun cepat sekali saling melupakan, dan bahkan menjatuhkan dengan nada amarah serta kebencian.  
Fragmentasi, sesaat menyatukan karena untuk mencapai tujuan yang sama dan hampir sama; dan setelah mencapai tujuan, kembali saling tak mempedulikan.
Fragmentasi menjadikan persahabatan, hubungan, koalisi, keakraban dan hubungan antar manusia menjadi SEMU, berdasarkan kepentingan dan keuntungan; tidak ada perhatian, tidak ada kasih, tidak simpati dan empati; semuanya penuh “demi tujuan atau mencapai tujuan”
Lalu, di mana model interaksi kita; antara diri mu dengan sesama pada sikon hidup dan kehidupan sekarang in.

RH/OI

Nilai-nilai Hidup dan Kehidupan


Nilai-nilai hidup dan kehidupan merupakan hasil kebudayaan; atau salah satu unsur kebudayaan adalah nilai-nilai hidup dan kehidupan? Kedua-duanya tidak dapat dipisahkan karena mempunyai kaitan erat. Jika kebudayaan dimengerti sebagai hasil cipta manusia untuk memperbaiki, mempermudah, dan meningkatkan kualitas diri; maka nilai-nilai hidup dan kehidupan merupakan hasil kebudayaan. Akan tetapi, jika kebudayaan dimengerti sebagai keseluruhan kemampuan [pikiran, kata, dan tindakan atau perbuatan] manusia; maka nilai-nilai hidup dan kehidupan merupakan unsur-unsur kebudayaan yang digunakan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan sesuai sikonnya.


1381018664130619343Pada interaksi antar manusia, biasanya mencerminkan etika, etiket, dan kata-kata maupun tindakan etis yang ada atau melekat pada diri mereka. Di samping itu, juga memperlihatkan nilai dan norma yang dianut atau diberlakukan dalam hidup dan kehidupannya. Menurut maknanya, etika, etiket, hal-hal etis, nilai, dan norma dapat berlaku atau mempunyai kesamaan secara universal.

Akan tetapi, jika diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk kata dan tindakan serta perilaku dalam interaksi antar manusia; maka berbeda sesuai sikon serta lingkungan interaksi itu terjadi. Orang-orang di benua Amerika, Eropa, Asia mempunyai pengertian atau pun pemahaman yang relatif sama tentang etika, etiket, hal-hal etis, nilai, norma. Namun, ada kata-kata, tindakan, dan perilaku keseharian yang telah menjadi kebiasaan orang-orang Amerika dan Eropa yang berbeda dengan masyarakat Asia maupun Afrika, dan seterusnya. Dan jika kebiasaan-kebiasaan itu dipraktekkan pada sikon Asia, maka dianggap [atau pun disebut dan dituduh] tidak etis dan tak sesuai nilai-nilai atau pun norma ketimuran, dan lain sebagainya.

Sedangkan hidup dan kehidupan merupakan seluruh aspek yang bertalian dengan manusia serta kemanusiaannya; dalam hubungannya dengan sesama dan Ilahi.

Jadi, nilai-nilai hidup dan kehidupan merupakan keseluruhan tampilan diri, sikap, kata, perbuatan manusia sesuai sikonnya. Nilai-nilai hidup dan kehidupan manusia biasanya dipengaruhi oleh masukan-masukan dari luar dirinya sejak kecil. Hal-hal tersebut, antara lain,
  • agama atau ajaran-ajaran agama, biasanya bersifat mutlak; artinya tertanam dan berakarnya nilai-nilai dalam diri seseorang, yang kadang telah menjadi prinsip hidupnya, merupakan akibat dari pemahaman keagamaan yang kuat dan mendalam; dan seringkali ia tidak bisa menjelaskan alasan-alasan mempunyai prinsip [yang mungkin orang lain menganggap sebagai suatu kekakuan], namun karena imannya, ia tetap pada pendiriannya
  • norma atau pun kebiasaan yang berlaku dalam komunitas; norma-norma yang berlaku pada suatu komunitas biasanya bersifat warisan bersama; artinya semua anggota komunitas menyetujui dan mempraktekkannya. Karena merupakan warisan bersama, maka hal itu terus-menerus diturunkan kepada generasi berikut; dan bisa dipakai sebagai salah satu indentitas bersama pada komunitas tersebut; dengan demikian, sampai kapan atau dimana pun ia berada, maka selalu mempertahankan nilai-nilai tersebut
  • pendidikan formal dan informal, disiplin, latihan, bimbingan orang tua maupun guru; semuanya itu merupakan penanaman nilai-nilai yang dilakukan sejak dini oleh orang dewasa ke dalam diri seseorang atau anak-anaknya. Proses penanaman itu dilakukan secara sengaja maupun tidak, dengan tujuan tertanam nilai-nilai luhur, baik, dan benar, yang menjadikan seseorang, dapat diterima oleh sesamanya
  • interaksi sosial yang membawa perubahan pikiran dan tujuan mengungkapkan kata serta melakukan tindakan
  • pengalaman serta wawasan yang didapat karena adanya interaksi dengan orang lain serta keterbukaan menyerap hal-hal baru
Dengan demikian, ada kesamaan nilai-nilai hidup dan kehidupan yang ada di suatu komunitas masyarakat; kesamaan yang berlaku dan diterima oleh seluruh anggota komunitas. Hal tersebut, termasuk nilai-nilai keagamaan, berlaku untuk semua umat yang menganut agama. Walaupun demikian, pada masing-masing orang [tiap-tiap pribadi] ada nilai-nilai yang khas, sesuai dengan masukan-masukan yang didapatkannya. Dan bisa saja [seringkali] terjadi, nilai-nilai hidup dan kehidupan pada pribadi seseorangberbeda dengan yang berlaku dalam masyarakat. Nilai-nilai hidup dan kehidupan dalam masyarakat pun mempunyai aneka perbedaan tertentu karena berbagai latar belakang anggotanya.

Masukan-masukan [ajaran] keagamaan yang dominan pada seseorang sangat mempengaruhi nilai-nilai hidup dan kehidupannya. Orang yang mempunyai nila-nilai keagamaan yang baik, kokoh, dan kuat, akan menjadikan ia mampu bersifat kritis terhadap hal-hal ada di sekitarnya. Namun, nilai-nilai hidup dan kehidupan yang dominan [karena] ajaran agama tidak boleh menjadikan fanatisme keagamaan yang sempit. Nilai-nilai keagamaan dapat menjadi suatu saringan untuk mampu menahan diri terhadap semua pengaruh buruk. Dengan itu, jika seseorang yang mendapat masukan-masukan ajaran Kristen, maka ia akan mempunyai nilai-nilai kristiani dalam hidup dan kehidupannya.

JMP/RH

Topeng



Anda bisa mengenal, menandai wajahnya, dan ingat siapa dia, yang fotonya terpapang atau tergantung di dinding!? itu hanya bisa terjadi, karena ia tak menutup wajahnya dengan apa pun. Dengan demikian, siapa bisa mengenal, mengasihi, atau membencinya.

Banyak orang, biasanya, ingin tampil apa adanya; apa adanya dalam kata, tindaka, dan tulisan. Dengan demikian apa-apa yang ditampilkan merupakan ekpresi dari dalam dirinya. Sehingga, kadang ada yang mengatakan bahwa seseorang dapat terbaca melalui kata, tindakan, dan tulisannya.

Akan tetapi, dalam perkembangannya, cukup sulit untuk menemukanorang-orang yang dapat terbaca tersebut; hal itu terjadi karena mereka menggunakan atau memakai sesuatu.
Sesuatu yang bisa dan biasa dipakai untuk menutupi sesuatu; sesuatu dia awal kalimat  bisa kain, kayu, kulit, kertas, plastik, dan lain sebagainya; sesuatu yang berikutnya, bisa sesuatu yang hidup, mati, atau pun benda-benda tertentu. Apa pun bentuk dan modelnya serta bahan dasarnya, fungsinya adalah untuk menyembunyikan yang sebenarnya, serta menampilkan ketidakaslian - memperlihatkan yang tak sebenarnya.

Fungsi kontradiktif menyembunyikan dan menampilkan itulah, yang menjadikan banyak orang akrab dengan benda-benda yang berfungsi sebagai penutup tersebut. Akan tetapi, dalam perkembangan kemudian, ada juga yang tidak menutupi sesuatu sehingga tak terlihat, namun transparan, jelas, tampil apa adanya, namun sebetulnya  tertutup dan tak terlihat.

Ko’ bisa …!? misalnya, seseorang tampil dengan wajah yang jelas, tanpan, bersih, gagah ataupun cantik dan manis, itu yang terlihat, namun ia menyembunyikan jati dirinya yang sebenarnya. Dengan demikian ia sebetulnya menggunakan penutup diri (yang abstrak namun nyata; untuk ini, ku juga bingung menggunakan istilah yang pas), serta tak menampilkan yang sebenarnya.

Itu hebatnya si alat penutup tersebut, menutupi/menyembunyikan sekaligus terbuka dan terlihat - menyembunyikan serta memperlihatkan; dan di planet Bumi ini, tak ada alat/benda canggih, berfungsi ganda yang kontradiktif pada saat sama.

Agaknya, karena hebatan itulah, maka kini (dan mungkin sejak masa lalu),benda tersebut paling sering dipakai secara konkrit serta abstrak.
  • Lihat saja, politisi/kus, anggota parlemen, menteri, gubenrnur, bupati, tokoh agama, dan seterusnya, terlihat dengan jelas dan nyata betapa anggun, berwibawa, bermoral baik, berteladan dan lain sebagainya. Akan tetapi, di balik tampilan wah tersebut, tak sedikit dari antara mereka adalah koruptor, pencuri uang rakyat, tanpa etika, bermoral rendah dan seterusnya.
  • Atau, pada satu sisi, mereka tampil sebagai tokoh - pemuka yang berteladan, namun di sisi lain, ia (mereka) adalah seseorang yang tak patut diteladani dan menjadi contoh.
  • Bisa saja, ada orang tampilan dirinya sebagai ayah, suami sejati dan ideal, namun di balik itu, ia juga seorang poligamist ilegal ataupun pemberang;  mungkin juga sebaliknya dari hal tersebut.

Nah, itulah sesuatu yang bisa dan biasa dipakai untuk menutupi sesuatu.Mungkin kita (termasuk saya yang sementara membaca) pernah menggunakan atau memakainuya;!? jawaban pastinya terjawab dalam diri masing-masing.

And mungkin saja diriku yang membaca ini, juga menggunakannya; menggunakan sesuatu untuk menutupi diri agar dikatakan bisa, hebat, luar biasa, mampu, toleran, dan semua yangg postif laiinya, namun ketika sesuatu itu dibuka, maka terlihat kebalikannya.

Tampilan diri dengan gunakan penutup itu ada di mana-mana; ada di media, parlemen, di masyarakat, atau di segala tempat. Mereka bisa bersembunyi di balik institusi resmi maupun tidak; dan ketika dirinya, idiologinya, golongannya terusik atau merasa ada yang ganggu, maka dengan kekuasaan atau wewenang yang ada padanya, ia atau mereka melakukan penindasan, kekerasan, ataupun tindakan-tindakan yang tak terpuji.

Tragis

Manfaat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

KORUPSI
Korupsi merupakan tindakan seseorang dan kelompok yang menguntungkan serta memperkaya diri sendiri, keluarga, dan juga dan orang-orang dekat. Tindakan itu, dilakukan [secara sendiri dan kelompok] melalui pengelapan dan penyelewengan; manipulasi data keuangan, data jual-beli, dan lain-lain. Korupsi bisa dilakukan oleh siapa pun, pada semua bidang pekerjaan, kedudukan, jabatan; pada tataran institusi atau lembaga pemerintah, swasta, maupun organisasi keagamaan.
Nah, sisi positifnya, itu tadi, memperkaya diri sendiri, keluarga dan kelompok. Jadi, jika ingin disebut pahlawan (dalam)  kelompok - keluarga - parpol - dan mau disebut orang yang baik hati, suka membantu, suka menolong, suka amal, dan seterusnya, maka korupsi lah anda. Toh hasil korupsi (dan banyak uang) bisa menjadikan anda sampai ke/menjadi anggota parlemen, pengurus partai, orang terkenal, dan seterusnya
KOLUSI
Merupakan persepakatan antara dua [maupun lebih] orang ataupun kelompok dalam rangka menyingkirkan orang [kelompok lain], namun menguntungkan diri dan kelompok sendiri.  Biasanya persepakatan itu dilakukan secara rahasia, namun ada ikatan kuat karena saling menguntungkan. Lamanya suatu kolusi biasanya tergantung keuntungan yang  didapat; dan jika merugikan maka ikatan tersebut hilang secara alami. Kolusi dapat terjadi pada hampir semua bidang  pekerjaan dan profesi; politik, agama, organisasi, dan institusi. Dengan itu, kolusi dapat menghantar pada kepentingan dan demi keuntungan kelompok [misalnya kelompok politik dan SARA] maupun pribadi, sekaligus penyingkiran serta penghambatan terhadap orang lain.
Nah, ada juga sisi positifnya, yaitu adanya kesepakatan yang sangat melekat satu sama lain (karena ada uang hasil korupsi) - kesatuan hubungan - eratnya hubungan yang saling menguntungkan. Jika anda mau maju dengan cepat, maka tak bisa sendiri, perlu link yang solid. Cara terbaik untuk itu, ya,  membuat - membangun kolusi. Dan hasilnya akan luar biasa bagi diri sendiri dan kelompok.
NEPOTISME
Merupakan upaya dan tindakan seseorang [yang mempunyai kedudukan dan jabatan] menempatkan sanak saudara dan anggota keluarga besar, di berbagai jabatan dan kedudukan sehingga menguntungkannya. Nepotisme biasanya dilakukan oleh para pejabat atau pemegang kekuasaan pemerintah lokal sampai nasional; pemimpin perusahan negara; pemimpin militer maupun sipil; serta tokoh-tokoh politik. Mereka menempatkan para anggota atau kaum keluarganya tanpa mempertimbangkan kapasitas dan kualitasnya. Pada umumnya, nepotisme dilakukan dengan tujuan menjaga kerahasiaan jabatan dan kelanjutan kekuasaan; serta terjadi kesetiaan dan rasa takluk dari mereka mendapat kedudukan dan jabatan sebagai balas budi.
Nah, nepotisme juga mempunyai sisi positifnya; Siapa sich (terutama mereka yang mempunyai kuasa dan kekuasaan) yang tak mau sanak-saudaranya mempunyai (ada) jabatan - mempunyai kedudukan - mempunyai tingkat ekonomi yang memadai!?  Tentu hampir semua orang inginkan seperti itu.  Nepotisme adalah jalan keluar yang baik dan cepat. Walau, sanak - saudara itu tak punya kualitas, kurang wawasan - tak mampu memimpin, jangan lihat itu, yang penting angkat mereka - taruh mereka di jabatan tertentu (terutama yang bisa korupsi). Pasti, mereka akan cepat kaya dan banyak uang. Mereka juga akan loyal serta menjadi penjilat.
 R Hudoyo